Kemudian beliau mengadakan pertemuan militer bersama para tentaranya. Beliau ingin mendengar berbagai usulan tentang bagaimana cara mempertahankan Madinah. Lalu Salman al-Farisi mengusulkan agar Nabi menggali suatu parit yang dalam di sekeliling Madinah yaitu parit yang seperti bendungan alami yang dapat menahan laju banjir yang ingin maju, suatu parit yang pasukan berkuda tidak akan mampu melewatinya dan kaum Muslim dapat mempertahankan diri dari belakangnya. Mula-mula usulan itu terkesan agak mustahil diwujudkan namun pada akhirnya Nabi menyetujui usulan Salman itu. Melalui sensifitas militernya yang mengagumkan, beliau mengetahui bahwa situasi cukup genting dan karenanya ia menuntut usaha keras untuk dapat melaluinya. Nabi saw memerintahkan para sahabat untuk menggali parit di sekitar Madinah. Pekerjaan itu sangat berat dan saat itu musim dingin di mana udara sangat dingin. Di samping itu, kaum Muslim sedang mengalami krisis ekonomi yang mengancam Madinah, meskipun demikian, penggalian parti tetap dilaksanakan, bahkan Rasulullah saw terjun langsung untuk membuat galian dan memikul tanah.
Kaum Muslim dengan semangat yang luar biasa dapat
menyelesaikan penggalian parit itu meskipun kehidupan sangat keras dan mereka
merasakan kelaparan karena kekurangan harta. Namun semangat pasukan Islam tetap
meninggi. Mereka percaya akan datangnya kemenangan dan pertolongan dari Allah
SWT.
Allah SWT berfirman:
"Dan tatkala orang-orang mukmin melihat
golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: 'lnilah yang dijanjikan
Allah dan Rasul-Nya kepada kita.' Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang
demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan."
(QS. al-Ahzab: 22)
Pasukan Quraisy mulai mendekati Madinah dan tiba-tiba
Madinah berubah menjadi jazirah cinta di tengah-tengah lautan kebencian, lautan
itu mulai menghantam jazirah dan berusaha menenggelamkannya dari dalam.
Kemudian bertebaranlah panah-panah kaum Muslim untuk menghalau pasukan kafir
yang cukup banyak. Pasukankafir mulai berputar-putar di sekeliling parit dalam
keadaan bingung: apa gerangan yang telah dilakukan pasukan Islam, bagaimana
mereka dapat menggali parit ini?
Kuda-kuda musuh berusaha melalui parit itu namun pasukan
Muslim segera menyerangnya. Demikianlah peperangan Ahzab terus berlangsung.
Pada hakikatnya ia adalah peperangan urat syaraf. Pasukan musuh mengepung
Madinah selama tiga minggu di mana serangan demi serangan terus dilakukan
sepanjang siang dan mata mereka tetap terjaga sepanjang malam. Bahkan saking
dahsyatnya pertempuran itu sehingga kaum Muslim tidak mengetahui apakah pasukan
musuh berhasil menduduki Madinah atau tidak, dan apakah para musuh berhasil
menembus lubang yang mereka bangun? Allah SWT menggambarkan keadaan peperangan
Ahzab dalam firman-Nya:
"(Yaitu) ketiha mereka datang kepadamu dari atas dan
dari bawahmu, dan ketiha tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik
menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan
bermacam-macam persangkaan. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan
hatinya dengan goncangan yang dahysat." (QS. al-Ahzab: 10-11)
Keadaan semakin buruk di mana orang-orang Yahudi membatalkan
perjanjian mereka dengan kaum Muslim dan mereka bergabung dengan al-Ahzab.
Demikianlah Bani Quraizhah membatalkan perjanjiannya dan mereka lupa terhadap
pengkhianatan bani Nadhir dan pembalasan Nabi saw terhadap mereka. Setiap hari
keadaan semakin buruk.
Kaum Muslim benar-benar mengalami ujian yang berat di mana
pikiran mereka benar-benar kacau. Ketika keadaan mencapai puncaknya kaum Muslim
bertanya kepada Rasul saw, "apa yang harus mereka katakan?"
Rasulullah saw memberitahu agar mereka mengatakan: "Ya Allah, kalahkanlah
mereka dan tolonglah kami untuk mengatasi mereka."
Doa tersebut keluar dari mulut-mulut kaum yang telah melaksanakan kewajiban mereka dan telah membuat mukjizat mereka dalam menghalau serangan. Jadi, mereka tidak memiliki apa-apa selain doa dan Allah SWT-lah Yang Maha Mendengar permintaan hamba-Nya dan Dia yang mengabulkannya. Dia mengetahui orang yang melaksanakan kewajibannya dan akan mengabulkan orang yang berdoa.
Akhirnya, kaum Muslim benar-benar mendapatkan rahmat Allah
SWT. Kemudian perjalanan pertempuran bergerak dengan cara yang tidak bisa
dipahami. Para penyerang menyadari bahwa
mereka sebenamya telah kalah di mana mereka telah menyerang selama tiga pekan
namun serangan tersebut tidak memberikan hasil apa pun. Mereka telah
mencurahkan berbagai upaya namun tanpa memberikan hasil yang diharapkan dan
boleh jadi mereka akan tetap begini selama tiga tahun.
Kemudian datanglah suatu malam di mana kaum Muslim belum
pernah melihat malam segelap itu dan angin sekencang itu, bahkan saking
kerasnya angin sampai-sampai suaranya laksana halilintar. Bahkan saking
gelapnya malam itu sehingga tak seorang pun di antara umat Islam yang mampu
melihat jari-jari tangannya atau berdiri dari tempatnya karena saking dinginnya
cuaca. Kemudian Nabi saw datang menemui Hudaifah bin Yaman. Beliau tidak mampu
melihatnya meskipun beliau berdiri di sebelahnya. Nabi saw bertanya:
"Siapa ini?" Hudaifah menjawab: "Aku adalah Hudaifah." Nabi
saw berkata: "Oh, kamu Hudaifah." Hudaifah tetap tinggal di tempatnya
karena ia khawatir jika ia berdiri ia akan tidak mampu karena saking dinginnya
dan akan menabrak Rasul saw. Rasul saw berkata kepada Hudaifah, "Aku
kehilangan berita penting tentang keadaan kaum yang menyerang kita."
Hudaifah sebagai mata-mata dari pasukan Islam merasakan
ketakutan di mana ia tidak mampu menahan cuaca yang begitu dingin, lalu
bagaimana ia dapat berdiri dan keluar dari Madinah menuju ke tempat pasukan
musuh dan menyusup di tengah barisan mereka lalu kembali kepada Nabi saw dengan
membawa berita tentang mereka. Hudaifah bangkit dari tempatnya ketika Nabi saw
selesai dari pembicaraannya. Nabi saw memberikan doa kebaikan kepadanya.
Hudaifah pun pergi dan kehangatan keimanannya mengalahkan kegelapan malam dan
kedinginan cuaca. Ia keluar dari Madinah dan menyusup di tengah-tengah pasukan
musuh. Nabi saw memerintahkannya untuk tidak melakukan tindakan apa pun selain
mendapatkan berita dan kembali. Inilah tugas utamanya. Hudaifah sampai di
tengah-tengah musuh. Mereka berusaha menyalakan api namun angin segera
mematikannya sebelum menyala dan di dekat api itu terdapat seorang lelaki yang
berdiri sambil mengulurkan tangannya ke arah api dengan maksud untuk
menghangatkannya. Lelaki itu adalah pemimpin kaum musyrik yaitu Abu Sofyan.
Melihat itu, Hudaifah segera memasang anak panah pada busur
yang dibawanya dan ia ingin memanahnya. Seandainya ia berhasil membunuhnya,
maka kaum Muslim dapat merasa tenang dengannya, namun ia ingat pesan Rasulullah
saw kepadanya agar ia tidak melakukan tindakan apa pun. Kemudian ia kembali
meletakkan anak panahnya dan menyembunyikannya.
Abu Sofyan berkata: "Wahai orang-orang Quraisy situasi
saat ini tidak menguntungkan bagi kalian, maka pergilah kalian karena aku pun
akan pergi." Abu Sofyan melompat ke atas untanya lalu mendudukinya dan
memukulnya sehingga unta itu bangkit.
Hudaifah kembali menemui Rasulullah saw dengan membawa
berita mundumya pasukan Ahzab dan gagalnya serangan mereka. Ketika mendengar
peristiwa penarikan mundur pasukan musuh, Rasulullah saw berkata:
"Sekarang kita akan menyerang mereka dan mereka tidak akan menyerang
kita." Belum lama pasukan Ahzab kembali ke negerinya dengan tangan hampa
sehingga beliau keluar dari Madinah bersama pasukannya menuju ke kaum Yahudi
Bani Quraizhah. Orang-orang Yahudi itu telah mengkhianati peijanjian mereka
bersama Nabi saw. Mereka menipu Islam di saat-saat genting. Oleh karena itu,
mereka harus membayar biaya pengkhianatan mereka sekarang.
Nabi saw memerintahkan agar para sahabat tidak melaksanakan
salat Ashar kecuali di Bani Quraizhah. Kaum Muslim memahami bahwa perintah
tersebut berarti mereka akan menerobos benteng kaum Yahudi sebelum matahari
tenggelam.
Orang-orang Yahudi menelan kekalahan pahit lalu mereka
datang kepada Sa'ad bin Mu'ad agar ia memutuskan perkara mereka. Sa'ad adalah
pemimpin kaum Aus dan kaum Aus adalah sekutu orang-orang Yahudi Quraizhah di
masa jahiliah. Kaum Yahudi mengharap bahwa mereka dapat memanfaatkan hubungan
yang terjalin selama ini sebagaimana kaum Aus membayangkan bahwa tokoh mereka
akan memberikan keringanan terhadap sekutu-sekutu mereka. Sa'ad ketika itu
terluka dan ia sedang dirawat di kemahnya karena terkcna panah kauni Ahzab. Sebagian
kaunmya membujuknya agar ia bersikap baik terhadap orang-orang Yahudi,
sekutu-sekutu mereka, dan orang-orang Yahudi membujuknya agar ia bersikap
lembut terhadap mereka. Kemudian Sa'ad mengatakan pernyataannya yang terkenal:
"Telah tiba waktunya bagi Sa'ad untuk memutuskan hukum sesuai dengan
kehendak Allah tanpa peduli dengan celaan para pencela." Sa'ad memutuskan
agar kaum lelaki dibunuh dan keturunannya ditawan serta harta-harta mereka
dibagi-bagikan. Nabi pun menyetujui keputusan tegas Sa'ad itu. Beliau berkata
kepadanya: "Sungguh engkau telah memutuskan kepada mereka dengan keputusan
Allah SWT dari tujuh langit."
Sa'ad mengetahui bahwa perantaraan, permohonan, harapan, dan
menjaga berbagai pertimbangan lazim selayaknya berada di suatu genggaman, dan
masa depan Islam berada di genggaman yang lain. Yahudi Bani Quraizhah adalah
penyebab berkecamuknya peperangan Ahzab dan sumpah mereka dan berbagai tipu
daya mereka berusaha untuk memblokade Islam dan menghancurkannya. Oleh karena
itu, kini telah tiba saatnya untuk mencabut pohon-pohon beracun dari akarnya
tanpa memperdulikan kasih sayang.
Demikianlah kaum Yahudi dibersihkan dari Madinah. Nabi saw
kembali melanjutkan pergulatannya. Puncak dari perjuangan politiknya adalah
perjanjian yang beliau lakukan bersama orang-orang Quraisy. Nabi saw berjalan
untuk melaksanakan umrah dan mengunjungi Baitul Haram. Beliau keluar bersama
seribu empat ratus kaum lelaki yang bertujuan untuk berziarah ke Baitul Haram
guna melaksanakan umrah. Ketika mereka sampai di Hudaibiyah pinggiran kota Mekah, tiba-tiba
unta yang ditunggangi Nabi duduk dan ia tidak mau melangkah menuju Mekah.
Melihat itu para sahabat berkata: "Oh unta itu malas." Nabi saw
berkata: "Tidak Demikian namun ia ditahan oleh Zat yang menahan laju gajah
menuju Mekah. Sungguh jika hari ini orang Quraisy membuat suatu rencana dan
mereka meminta agar aku menyambung tali silaturahmi niscaya aku akan
menyetujuinya."
Nabi saw memerintahkan para sahabat agar tetap tinggal di
Hudaibiyah. Kaum Muslim beristirahat di sana
dengan harapan mereka dapat memasuki Mekah di waktu pagi. Peristiwa itu
bertepatan dengan bulan Haram. Mekah telah menetapkan agar tak seorang pun dari
kaum Muslim dapat memasukinya. Semua kaum Quraisy telah keluar untuk memerangi
kaum Muslim. Mereka mengutus utusan-utusan kepada Nabi saw lalu beliau
memberitahu mereka bahwa beliau tidak datang untuk berperang namun beliau ingin
melakukan urnrah sebagai bentuk pujian dan syukur kepada Allah SWT dan
mengagumkan kemuliaan rumah-Nya yang suci. Mekah menetapkan untuk melakukan
perjanjian bersama kaum Muslim di mana mereka menginginkan agar jangan sampai
kaum Muslim memasuki Baitul Haram pada tahun ini kecuali setelah mereka kembali
pada tahun depan.
Datanglah juru runding kaum Quraisy lalu Rasul saw
menyambutnya dan mendengarkan ia menyampaikan syarat-syarat perjanjian yang
intinya pelaksanaan perdamaian dan penarikan mundur pasukan Muslim. Nabi saw
menyetujui semua syarat-syarat perjanjian meskipun tampak bahwa perjanjian
tersebut tidak menguntungkan kaum Muslim di mana itu dianggap sebagai titik
kemunduran politik dan militer kaum Muslim, dan yang menambah kebingungan kaum
Muslim adalah bahwa Rasul saw tidak melibatkan seseorang pun dari kalangan
sahabatnya untuk bermusyawarah dalam hal ini. Tidak biasanya beliau bersikap
demikian. Para sahabat menyaksikan beliau
pergi menemui kaum musyrik dan bersikap sangat lembut kepada mereka, dan beliau
tidak kembali kecuali membawa berita persetujuan dengan perjanjian yang di
prakarsai orang-orang musyrik, dan beliau pun membubuhkan tanda tangan di
atasnya.
Mendengar berbagai protes yang disampaikan para sahabatnya,
Rasul saw justru menyampaikan jawaban yang unik bagi mereka di mana beliau
berkata: "Aku adalah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya dan aku tidak mungkin
menentang perintah-Nya dan Dia tidak mungkin akan menyia-nyiakan aku."
Makna dari kalimat beliau adalah, "taatilah apa yang telah aku lakukan
tanpa perlu memperdebatkannya dan hendaklah kalian sedikit bersabar."
Perjalanan hari menetapkan bahwa perjanjian yang menimbulkan
pro dan kontra di tengah-tengah sahabat itu justru membawa kemenangan politik
paling gemilang yang pernah dicapai oleh umat Islam. Kemenangan tersebut
diperoleh sebagai hasil dari kebijaksanaan sang Nabi saw yang mengalahkan
kelihaian politik kaum Quraisy. Kaum Quraisy telah memfokuskan semua
kelihaian-nya agar kaum Muslim kembali ke tempat mereka tanpa memasuki Masjidil
Haram pada tahun ini, namun hikmah Nabi saw justru mampu mencapai pengelihatan
yang tidak dapat dijangkau oleh kaum itu yang berkenaan dengan masa depan. Jika
saat ini perjanjian tersebut tampak membawa kekalahan bagi kaum Muslim, maka
setelah berlangsung beberapa bulan ia justru mendatangkan kemenangan yang spektakuler.
Suhail bin Amr adalah wakil dari delegasi kaum Quraisy dan
Ali bin Abi Thalib adalah juru tulis dalam perjanjian itu dari pihak Nabi saw.
Rasulullah saw berkata kepada Ali: "Tulislah dengan nama Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang." Utusan Quraisy berkata, aku tidak mengenal
ini. Tapi tulislah dengan nama-Mu, ya Allah. Rasulullah saw berkata kepada Ali:
"Dengan nama-Mu, ya Allah." Sikap keras kepala utusan Quraisy itu
tidak berarti sama sekali karena tidak ada perbedaan yang mencolok antara
dengan namamu Allah dan dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang selain niat si pembicara.
Nabi saw berkata kepada Ali: "Ini adalah perundingan
antara Muhammad saw utusan Allah dan Suhail bin Amr." Mendengar itu dengan
nada menentang Suhail bin Amr berkata: "Seandainya aku bersaksi bahwa
engkau adalah utusan Allah niscaya aku tidak akan memerangimu, tetapi tulislah
namamu dan nama ayahmu." Nabi berkata kepada Ali tulislah: "Inilah
kesepakatan antara Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr."
Tampaknya itu adalah kemunduran yang kedua dan dengan
pandangan yang sekilas tampak menjatuhkan kaum Muslim tetapi Nabi saw ingin
mewujudkan suatu tujuan yang penting yaitu tujuan yang belum terungkap saat
itu. Alhasil, semuanya terjadi dengan ilham dari Allah SWT. Ali kembali menulis
bahwa Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr sama-sama sepakat untuk
menghentikan peperangan selama sepuluh tahun di mana hendaklah masing-masing
mereka memberikan keamanan terhadap sesama mereka. Namun jika terdapat di antara
orangorang Quraisy seseorang yang masuk Islam lalu ia datang kepada Muhammad
saw tanpa izin walinya hendaklah kaum Muslim mengembalikannya kepada kaum
Quraisy. Sebaliknya, jika ada orang yang murtad dari sahabat Muhammad saw, maka
tidak ada keharusan bagi orang Quraisy untuk mengembalikannya kepada Nabi.
Syarat tersebut sangat menyakitkan kaum Muslim. Tampak bahwa
orang-orang Quraisy memaksakan kehendaknya dalam syarat-syarat perjanjian yang
tidak adil itu. Ali melanjutkan tulisannya, hendaklah Nabi saw pulang dari
Mekah pada tahun ini dan tidak memasukinya dan jika pada tahun depan
orang-orang Quraisy keluar darinya, maka beliau dapat memasukinya untuk
melaksanakan umrah selama tiga hari dan setelah itu beliau harus
meninggalkannya. Persyaratan tersebut sangat merugikan kaum Muslim dan terkesan
membingungkan.
Di tengah-tengah perjanjian tersebut terjadi suatu peristiwa
yang menambah penderitaan dan kebingungan Muslimin di mana anak dari juru
runding Quraisy meminta perlindungan kepada kaum Muslim. Ia masuk Islam dan
ingin bergabung dengan kelompok Islam namun ayahnya, Suhail segera bangkit
menyusulnya bahkan memukulnya dan mengembalikannya kepada kaumnya. Orang
Mukalaf itu segera berteriak dan meminta pertolongan kepada kaum Muslim agar
mereka menyelamatkannya dari kejahatan kaum Quraisy sehingga mereka tidak
mengubah agamanya. Rasulullah saw berbicara kepadanya dan meminta kepadanya
untuk bersabar dan tegar dalam menanggung penderitaan karena Allah SWT akan
menjadikannya dan orang-orang yang sepertinya suatu jalan keluar dan
kelapangan. Nabi memahamkannya bahwa beliau telah mengadakan suatu peijanjian
dengan kaum Quraisy dan bahwa kaum Muslim tidak mungkin melanggar perjanjian
mereka.
Akhirnya, anak Muslim itu dikembalikan ke Mekah dalam
keadaan tersiksa. Kemudian Selesailah penandatanganan perjanjian antara pihak
kaum Muslim dan pihak kaum musyrik. Setelah penandatanganan perjanjian itu,
Rasulullah saw memerintahkan para sahabatnya agar mereka memotong hewan kurban
dan mencukur rambut mereka (tahalul) dari umrah mereka dan kembali ke Madinah.
Namun tak seorang pun bangkit menyambut perintah tersebut, lalu beliau
mengulangi perintahnya ketiga kali. Di tengah-tengah kaum Muslim yang tampak
membisu karena ketegangan dan kesedihan, beliau menyembelih unta dan memanggil
tukang cukurnya untuk mencukur rambutnya dan beliau tidak berbicara dengan
seorang pun. Ketika para sahabat mengetahui bahwa Nabi saw tampak marah dan
telah mendahului mereka dengan tahalul dari umrahnya, maka mereka bangkit untuk
menyembelih kurban dan memotong rambut mereka.
Perjalanan hari menunjukkan bahwa perundingan tersebut tidak
seperti yang dibayangkan oleh kaum Muslim. Ia justru membawa kemenangan dan
bukan kekalahan. Persatuan kaum kafir di jazirah Arab mulai runtuh sejak mereka
menandatangani perjanjian itu. Kaum Quraisy di anggap sebagai pimpinan kaum
kafir dan pembawa bendera penentangan terhadap Islam, maka ketika tersebar
berita perjanjian mereka bersama kaum Muslim, maka padamlah fitnah-fitnah kaum
munafik yang bekerja untuk mereka dan bercerai-berAllah kabilah-kabilah
penyembah patung di penjuru jazirah.
Saat aktivitas kaum Quraisy terhenti, maka kaum Muslim
mengalami peningkatan aktivitas di mana mereka berhasil menarik orang-orang
yang masih memiliki kemampuan untuk melihat kebenaran. Sejak dua tahun dari
masa penandatanganan perjanjian itu jumlah penganut Islam semakin bertambah
lebih dari jumlah sebelumnya. Bukti dari itu adalah, bahwa saat Rasul saw
keluar ke Hudaibiyah beliau ditemani dengan seribu empat ratus Muslim namun ketika
beliau keluar pada tahun penaklukan kota
Mekah beliau disertai dengan sepuluh ribu Muslim. Penaklukan kota Mekah terjadi setelah dua tahun dari
perundingan tersebut. Penambahan jumlah kaum Muslim yang luar biasa ini adalah
dikarenakan hikmah sang Nabi saw dan kejauhan pandangannya. Nabi saw keluar
sebagai pemenang dalam pergulatan politiknya, dan syarat-syarat yang tadinya
merugikan kaum Muslim kini telah berubah menjadi syarat-syarat yang merugikan
kaum Quraisy. Barangsiapa murtad dari kaum Muslim dan pergi ke kaum Quraisy,
maka hendaklah mereka melindunginya karena Allah SWT telah memampukan Islam
darinya, dan barangsiapa yang masuk Islam dari kaum kafir dan pergi ke kaum
Muslim, maka hendaklah mereka mengembalikannya ke kaum Quraisy di mana ia tinggal
di dalamnya sebagai mata-mata dari pihak Islam atau ia dapat lari dari kaum
Quraisy untuk menyatukan kelompok yang bertikai dan ia dapat hidup laksana duri
di tengah-tengah kaum Quraisy.
Belum lama waktu berjalan sehingga kaum Quraisy mengutus
utusannya kepada Nabi saw dan mengharap kepada beliau agar melindungi orang
Quraisy yang masuk Islam daripada membiarkan mereka sebagai panah yang terbang
menuju kaum Quraisy. Demikianlah kaum Quraisy justru membatalkan syarat yang
telah mereka diktekan dan Nabi saw pun menerimanya dengan puas. Perundingan itu
justru menguatkan barisan Nabi savv.
Demikianlah Nabi saw terus menjalani mata rantai pergulatan
yang tiada henti-hentinya di mana kehidupan beliau yang pribadi sekali pun
tidak sunyi dari penderitaan. Nabi saw menikahi sembilan orang istri.
Perkawinan beliau dengan sembilan istri tersebut merupakan keistimewaan pribadi
yang hanya beliau miliki karena berhubungan dengan sebab-sebab dakwah Islam.
Yaitu suatu dakwah yang membolehkan para pengikutnya untuk menikahi empat orang
istri dengan syarat jika yang bersangkutan mampu menciptakan keadilan di antara
mereka, dan ia menganjurkan untuk hanya puas dengan satu istri jika seorang
Muslim khawatir tidak dapat berbuat adil.
Kaum orentalis dan musuh-musuh Islam mencoba untuk menghina
Nabi dan memojokkannya, dan salah satu cela yang mereka manfaatkan adalah
perkawinan beliau dengan sembilan wanita. Kita mengetahui bahwa
pernikahan-pernikahan beliau terlaksana dengan sebab-sebab politik atau
kemanusiaan yang berhubungan dengan dakwah Islam. Dan yang terkenal dari
sejarah Nabi saw adalah bahwa beliau menikah dengan Sayidah Khadijah saat
beliau berusia dua puluh lima
tahun dan Khadijah berusia empat puluh tahun. Semasa hidup Khadijah beliau
tidak menikahi istri yang lain sampai Khadijah mencapai usia enam puluh lima tahun. Saat Khadijah
meninggal, Nabi berusia di atas lima
puluh tahun. Beliau menikahi Khadijah sebelum beliau diutus untuk menyebarkan
Islam. Beliau tetap setia bersama Khadijah sampai ia meninggal dan beliau diangkat
menjadi Nabi. Namun beban kenabian dan beratnya jihad, kasih sayangnya kepada
manusia, pengorbanannya terhadap Islam dan perintah Allah SWT semua itu
memaksanya untuk menikah lebih dari satu orang istri sampai mencapai sembilan
orang istri. Perkawinan beliau dengan Aisyah yang saat itu masih belia
merupakan usaha untuk menjalin ikatan dengan Abu Bakar, ayah dari Aisyah dan
perkawinan beliau dengan Hafshah meskipun ia sedikit kurang cantik merupakan
usaha beliau untuk menjalin ikatan dengan Umar, ayahnya. Beliau juga menikah
dengan Ummu Salamah, janda dari pemimpin pasukannya yang mati syahid di jalan
Allah SWT dan wanita itu merasakan penderitaan bersama beliau saat hijrah di
Habasyah dan hijrah ke Madinah. Ketika suaminya meninggal dan ia sendirian menghadapi
berbagai persoalan kehidupan, maka Nabi saw segera merangkulnya di rumah
kenabian. Perkavvinan beliau dengan Sawadah sebagai bentuk penghormatan
terhadap keislaman wanita itu dan kemuliannya dari kaum lelaki serta
kesendiriannya dalam menjalani kehidupan. Sementara itu, pernikahan beliau
dengan Zainab bin Jahasy merupakan ujian berat bagi beliau di mana perintah
pernikahan itu datang dari Allah SWT untuk mengharamkan suatu tradisi yang
terkenal di kalangan jahiliah yaitu tradisi adopsi. Zainab termasuk kerabat
Rasul. Jadi ia termasuk dari kalangan bani Hasyim. Ia merasa bangga dengan
nasab yang dimilikinya yang karenanya ia menolak ketika ditawari untuk menikah
dengan Zaid bin Harisah, seorang budak Nabi yang telah beliau bebaskan, bahkan
nasabnya telah beliau nisbatkan kepada dirinya dan beliau telah mengadopsinya
sehingga ia dipanggil dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Namun Zainab akhirnya
menyetujui pendapat Nabi dan perintah Allah SWT sehingga ia menikah dengan
Zaid:
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan
tidak pula bagi perempuan yang mukimin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetaphan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang
urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhahai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh
dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. " (QS. al-Ahzab: 36)
Kisah Nabi Muhammad SAW ( bagian 1-bagian 2-bagian 3-bagian 4-bagian 5-bagian 6 )